Saturday, 21 May 2011

Negara Agraris yang susah Swasembada


“Revitalisasi dan intensifikasi pertanian adalah beberapa cara yang bisa meningkatkan produksi pertanian”.  

Kata-kata diatas adalah hapalan mata pelajaran IPS yang diajarkan ketika masih duduk di bangku sekolah. Pelajaran tentang cara meningkatkan produksi pertanian tersebut saya yakin sudah di ajarkan ke semua penduduk yang mengenyam dunia pendidikan. Meningkatkan kesuburan tanah dengan pupuk, menambah area/ perluasan lahan pertanian, mengoptimalkan saluran irigasi dan lain-lain.Namun sepertinya pelajaran tersebut hanya sebuah hapalan untuk mendapatkan nilai raport yang baik.

Indonesia yang mempunyai area tanah yang luas dan subur dari dahulu dikenal sebagai Negara agraris. Bahkan sebuah lagu pun diciptakan untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah subur, simaklah penggalan lagu ini “…tongkat dan batu pun jadi tanaman” dari musisi Iwan Fals.

Mengapa Indonesia yang juga mempunyai sarjana-sarjana pendidikan handal dan fasilitas yang memadai belum mampu berdiri Sendiri dalam perihal tanaman pangan. Beberapa tahun lalu impor beras bahkan mencapai puncaknya yang langsung ditentang banyak pihak karena keran impor akan mematikan usaha petani yang sudah susah.

Tak seperti Negara tetangga kita seperti Thailand, Vietnam bahkan Jepang yang area pertanian mereka kalah jauh bahkan kesuburan tanah mereka lebih rendah dari Negara kita mampu melakukan ekspor beras. Beberapa waktu lalu bahkan di konggres asean yang mengagendakan keputusan bersama Negara asean plus china dan jepang yang menyisihkn produksi pertaniannya untuk kondisi darurat, Indonesia hanya mampu menyumbang 14 ribu ton, jauh dibawah jepang yang mampu menyumbang hingga ratusan ton.

Irigasi yang belum dibenahi yang dahulu dibuat pada jaman penjajahan belanda, menyempitnya aliran sungai akibat sedimentasi, berkurangnya lahan pertanian akibat dibangun gedung dan dukungan pemerintah melalui penelitian mungkin menjadi beberapa masalah selain ketidak tentuan cuaca akibat pemanasan global yang bisa dijadikan kambing hitam. Tidak ada langkah konkret untuk membenahi sarana pertanian dan ketidak seriusan menjaga pasokan pupuk adalah PR bagi pemerintah dalam hal ini adalah departemen pertanian.

Nampaknya symbol Negara agraris harus dihapus dari dunia pendidikan jika Indonesia masih juga belum mampu menjadi Negara swasembada dan selalu mengimpor beras. Negara tetangga saja mampu, mengapa kita tidak mampu ditengah ketersediaan segala sesuatu yang sangat mudah didapat. Jangan sampai pelajaran yang harusnya di praktekan hanya menjadi hapalan bagi kakek-kakek dan cucu-cucunya…
"Mari berjuang Indonesia"

No comments:

Post a Comment