Bom P-100. (Foto: CV. Sari Bahari)
26 Maret 2011, Jakarta -- (KOMPAS): Embargo senjata dan tekanan internasional terhadap Pemerintah Indonesia pada masa reformasi membuat banyak pihak geram, tetapi tidak putus asa. Suku cadang pesawat militer buatan Amerika Serikat sempat diembargo, juga pembelian pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia tak disertai persenjataan andal.
Kondisi itu mendorong Ricky Egam, pengusaha kecil asal Malang, Jawa Timur, mengembangkan persenjataan bagi pesawat tempur Sukhoi. Ricky sejak tahun 2005 merancang bangun beragam bom P-100 L ukuran 100 kilogram (250 lbs) hingga P-200 L 200 kilogram (500 lbs) yang dapat digunakan pesawat tempur TNI Angkatan Udara.
Ditemui di salah satu sudut pameran Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) 23-25 Maret 2011, Ricky menunjukkan sederet bom warna biru dan hijau yang ditampilkan di stan Sari Bahari, perusahaan miliknya. ”Akhir tahun lalu, Sukhoi kita sudah uji coba pengeboman dengan bom buatan dalam negeri ini di Sangatta, Kalimantan Timur. Bom ini bisa juga dibawa dengan pesawat tempur F-16 Falcon dan F-5E Tiger. Sukhoi dapat membawa 20-30 unit bom dalam satu kali penerbangan (sortie),” tutur Ricky.
Serangkaian uji coba, secara statis di Jawa Timur dan peledakan dinamis dengan sejumlah varian pesawat tempur, berjalan mulus. Uji coba selalu didampingi pihak TNI dan instansi terkait.
Seorang perwira teknik TNI AU asal Pangkalan Udara Hasanuddin yang ditemui di sela-sela acara JIDD mengakui, uji coba pengeboman berlangsung efektif. ”Sukhoi kita sudah memiliki kanon 30 milimeter dan bom. Kita tinggal menunggu misil untuk memperlengkapi persenjataan Sukhoi yang sudah ada,” ujar perwira tersebut.
Bom buatan Malang itu meledak dengan mekanisme benturan (impact fuse). Casing baja bagian dalam dibuat alur sedemikian rupa sehingga pecahan ledakan menciptakan serpihan (shrapnel) dengan ukuran terukur dan dapat menghancurkan sasaran di sekitarnya.
Bom lain yang dibuat adalah bom latihan yang mengeluarkan asap apabila jatuh ke sasaran. Bom tersebut juga memiliki bobot 100 kg (250 lbs). Teknologi lain seperti pemicu dengan jeda waktu (delayed action fuse) telah dikuasai Sari Bahari. Demikian pula penjatuhan bom dengan menggunakan parasut.
Ricky mengaku pihaknya menguasai teknologi cetak dan tempa (forging and casting) untuk membuat bom-bom canggih. Pihaknya juga sukses membuat roket dengan bilah sirip lipat (folded fin assault rocket/FFAR). Roket itu dapat diluncurkan dari pesawat ataupun platform darat seperti tabung penembak tak ubahnya senjata roket Katyusha buatan Rusia yang banyak dipakai dalam konflik di Timur Tengah.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pembuatan bom Sukhoi di dalam negeri mengurangi ketergantungan Indonesia akan produk impor. ”Tak tertutup kemungkinan produk itu diekspor ke negara yang mengoperasikan pesawat Sukhoi,” katanya.
Sumber: KOMPAS
26 Maret 2011, Jakarta -- (KOMPAS): Embargo senjata dan tekanan internasional terhadap Pemerintah Indonesia pada masa reformasi membuat banyak pihak geram, tetapi tidak putus asa. Suku cadang pesawat militer buatan Amerika Serikat sempat diembargo, juga pembelian pesawat tempur Sukhoi buatan Rusia tak disertai persenjataan andal.
Kondisi itu mendorong Ricky Egam, pengusaha kecil asal Malang, Jawa Timur, mengembangkan persenjataan bagi pesawat tempur Sukhoi. Ricky sejak tahun 2005 merancang bangun beragam bom P-100 L ukuran 100 kilogram (250 lbs) hingga P-200 L 200 kilogram (500 lbs) yang dapat digunakan pesawat tempur TNI Angkatan Udara.
Ditemui di salah satu sudut pameran Jakarta International Defense Dialogue (JIDD) 23-25 Maret 2011, Ricky menunjukkan sederet bom warna biru dan hijau yang ditampilkan di stan Sari Bahari, perusahaan miliknya. ”Akhir tahun lalu, Sukhoi kita sudah uji coba pengeboman dengan bom buatan dalam negeri ini di Sangatta, Kalimantan Timur. Bom ini bisa juga dibawa dengan pesawat tempur F-16 Falcon dan F-5E Tiger. Sukhoi dapat membawa 20-30 unit bom dalam satu kali penerbangan (sortie),” tutur Ricky.
Serangkaian uji coba, secara statis di Jawa Timur dan peledakan dinamis dengan sejumlah varian pesawat tempur, berjalan mulus. Uji coba selalu didampingi pihak TNI dan instansi terkait.
Seorang perwira teknik TNI AU asal Pangkalan Udara Hasanuddin yang ditemui di sela-sela acara JIDD mengakui, uji coba pengeboman berlangsung efektif. ”Sukhoi kita sudah memiliki kanon 30 milimeter dan bom. Kita tinggal menunggu misil untuk memperlengkapi persenjataan Sukhoi yang sudah ada,” ujar perwira tersebut.
Bom buatan Malang itu meledak dengan mekanisme benturan (impact fuse). Casing baja bagian dalam dibuat alur sedemikian rupa sehingga pecahan ledakan menciptakan serpihan (shrapnel) dengan ukuran terukur dan dapat menghancurkan sasaran di sekitarnya.
Bom lain yang dibuat adalah bom latihan yang mengeluarkan asap apabila jatuh ke sasaran. Bom tersebut juga memiliki bobot 100 kg (250 lbs). Teknologi lain seperti pemicu dengan jeda waktu (delayed action fuse) telah dikuasai Sari Bahari. Demikian pula penjatuhan bom dengan menggunakan parasut.
Ricky mengaku pihaknya menguasai teknologi cetak dan tempa (forging and casting) untuk membuat bom-bom canggih. Pihaknya juga sukses membuat roket dengan bilah sirip lipat (folded fin assault rocket/FFAR). Roket itu dapat diluncurkan dari pesawat ataupun platform darat seperti tabung penembak tak ubahnya senjata roket Katyusha buatan Rusia yang banyak dipakai dalam konflik di Timur Tengah.
Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro mengatakan, pembuatan bom Sukhoi di dalam negeri mengurangi ketergantungan Indonesia akan produk impor. ”Tak tertutup kemungkinan produk itu diekspor ke negara yang mengoperasikan pesawat Sukhoi,” katanya.
Sumber: KOMPAS
No comments:
Post a Comment